A.
SHOCK (SYOK)
1.
Pengertian
Shock
Syok adalah suatu keadaan serius
yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok
biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun
jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
2.
Derajat
Shock
a. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada
jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang.
Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu,
produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada
atau ringan.
b. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain
jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat
mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada
keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis
metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak
tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah
ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh
darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan
tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
3.
Tipe-tipe
shock dan penanggulangannya
1. Syok
kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Syok
kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik
dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya
adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama
jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi.
Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Penanggulangan
Bila mungkin pasang CVP.
Dopamin 10--20 µg/kg/menit,
meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan
aliran darah ginjal.
2. Syok
hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
Perdarahan merupakan penyebab
tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang
terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,
perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang
tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum,
cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang
besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat
terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas,
terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam
lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak
cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter
cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi
kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat
ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta
difus.
Pada syok hipovolemik, jantung
akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena
perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung
pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular
berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal,
hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem
renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan
interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan
hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama
dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular
dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan
memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat
tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang.
Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan
kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam
seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur
infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi
larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi.
Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan
darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua.
Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
3. Syok
anafilaktik (akibat reaksi alergi)
Jika
seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi
hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa
terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok
anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena
seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga
dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan
syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan
gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia
obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan
secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang
singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau
terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas
yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran
darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan
darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan
resusitasi jantung paru, yaitu:
A.
Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan
napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita
yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke
belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas
buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan
obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui
intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C.
Circulation
support, yaitu
bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis),
segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian
A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg
larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita
anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai
keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin
2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di
mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin
5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam
cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid,
misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai
terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok
yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah,
diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat
kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi
syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler.
Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4
kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik
berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga
bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak
bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat
meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita
di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita
jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama
kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin
lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.
Pencegahan
Syok Anafilaktik
Pencegahan
syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,
tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat
kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar
atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat
penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat,
mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit
negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat
tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi
anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi
positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan
kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus
selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi
anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu resusitasi
kegawatan.
Mempertahankan
Suhu Tubuh
Suhu tubuh
dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah
kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh
penderita karena akan sangat berbahaya.
Pemberian
Cairan
1. Jangan memberikan minum kepada
penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada
penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut
serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila
penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus
dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan
isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan
untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel.
Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan
yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin
diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada
perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan
larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid
memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral
penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
7. Pada penanggulangan syok kardiogenik
harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus
diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8. Pemberian cairan pada syok septik
harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat
gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan
pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter,
dan pemeriksaan analisa gas darah.
4. Syok
septik (berhubungan dengan infeksi)
Merupakan syok yang disertai
adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi
bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama
terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga
peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi
biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler.
Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang
terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok
septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia
(takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan
darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis
dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi
yang melebar.
Penanggulangan
- Optimalisasi volume intravaskuler
- Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
- Optimalisasi volume intravaskuler
- Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
5. Syok
neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf)
Syok neurogenik juga disebut
sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga
aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya
keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi
tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari
penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Penanggulangan
Pasien-pasien yang
diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia.
Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu
pada kasus-kasus syok yang meragukan.
4.
Penyebab
shock
Ada
beberapa penyebab-penyebab utama dari shock:
·
Kondisi-kondisi
jantung (serangan jantung, gagal jantung) (syok kardiogenik)
· Perdarahan dalam atau luar yang
berat, seperti dari luka yang serius (syok hipovolemik)
·
Dehidrasi
(syok hipovolemik)
·
Infeksi
(syok septik)
·
Reaksi
alergi yang parah (syok anafilaktik)
·
Luka-luka
tulang belakang (spine) (syok neurogenik)
·
Luka-luka
bakar
·
Sindroma syok toksik
5.
Tanda-tanda
shock
Tekana darah rendah (hipotensi) adalah tanda kunci dari shock.
Gejala-gejala dari semua tipe-tipe shock termasuk:
·
Pernapasan
yang cepat dan dangkal
·
Kedinginan,
kulit yang basah keringat
·
Nadi
yang cepat dan lemah
·
Kepeningan
atau pingsan
·
Kelemahan
Tergantung
pada tipe dari shock gejala-gejala berikut mungkin juga diamati:
·
Mata-mata
nampak membelalak
·
Ketakutan
atau agitasi
·
Kebingungan
atau tidak merespon
·
Pengeluaran
urin yang rendah atau tidak ada
·
Bibir-bibir
dan jari-jari tangan yang kebiruan
·
Berkeringat
6.
Penanggulangan
shock
Penanggulangan
syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi
jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan
ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera
berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas
(A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu
dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume
peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus
diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan
inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk
mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera
menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga
bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan
ditanggulangi.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:
Posisi Tubuh
1.
Posisi
tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ
vital.
2.
Apabila
terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai
persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang
lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
3.
Penderita
yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar,
harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk
memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan
nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan
bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4.
Penderita
dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh
lainnya.
5.
Kalau
masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan
dengan posisi telentang datar.
6.
Pada
penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan
darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas
atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
1.
Bebaskan
jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2.
Tengadah
kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal
airway).
3.
Berikan
oksigen 6 liter/menit
4.
Bila
pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.
Pertahankan
Sirkulasi
Segera pasang
infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
B.
Trauma Kepala
1.
Pengertian
Trauma kepala
adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak
yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Head injury
(cedera kepala) : trauma yang mengenai otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitinal dalam substansi otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan emosional.
Trauma pada
kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak /
otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau
laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
2.
Macam-macam trauma kepala
Derajat Kesadaran – Glasgow coma scale (GCS)
Mata membuka
|
Respon Verbal
(modifikasi untuk anak kecil dengan tulisan merah) |
||
Spontan
|
Orientasi baik
Kata-kata yang tepat, senyum |
5
|
|
Dengan suara
|
Bingung
Menangis tetapi dapat ditenangkan |
4
|
|
Terhadap nyeri
|
Kata-kata yang tidak tepat
Terus-menerus rewel |
3
|
|
Tidak ada
|
Kata-kata yang tidak dapat dimengerti
Lelah dan gelisah |
2
|
|
|
Tidak ada
Tidak ada |
1
|
|
Respon motorik
|
|
Menuruti perintah
|
6
|
Melokalisasi rangsang
|
5
|
Menarik dari rangsang
|
4
|
Fleksi abnormal
|
3
|
Ekstensi
|
2
|
Tidak ada respon
|
1
|
|
|
· Berdasarkan berat ringannya
Berdasarkan berat ringannya cidera kepala terbagi 3 yaitu:
1. Cedera kepala ringan :
Jika
GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a)
Tidak kehilangan kesadaran
b)
Satu kali atau tidak ada muntah
c)
Stabil dan sadar
d)
Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e)
Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika
nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a)
Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b)
Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c)
Dua atau lebih episode muntah
d)
Sakit kepala persisten
e)
Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f)
Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g)
Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika
GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a)
Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b)
Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c)
Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda
neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e)
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
e.1. Herniasi unkus: dilatasi pupil
ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
e.2. Herniasi sentral: kompresi
batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
f)
Trauma kepala yang berpenetrasi
g)
Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
· Fraktur Tengkorak
Pukulan
pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastic dari tulang
terlampaui. Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan
saraf-saraf dari otak, merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan
serebrospinal, dimana dapat membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi
intrakranial. Adapun macam-macam dari fraktur tengkorak adalah :
1. Fraktur Linear :
Retak
biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua fragmen.
2. Comminuted Fraktur :
Patah
tulang tengkorak dengan multipel fragmen dengan fraktur yang multi linear.
3. Depressed Fraktur :
Fragmen
tulang melekuk kedalam.
4. Coumpound Fraktur :
Fraktur
tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala, membran mukosa, sinus
paranasal, mata, dan telinga atau membran timpani.
5. Fraktur dasar Tengkorak :
Fraktur
yang terjadi pada dasar tengkorak, khususnya pada fossa anterior dan tengah.
Fraktur dapat dalam bentuk salah satu linear, comminuted atau depressed. Sering
menyebabkan rhinorrhea atau otorrhea.
· Cedera Serebral
Cidera serebral meliputi:
1. Komosio Serebri (geger otak) :
Gangguan
fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, muntal,
muntah, nyeri kepala. Biasanya dapat kembali dalam bentuk normal.
2. Kontusio Serebri (memar) :
Benturan
menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan
pendarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Hilangnya kesadaran
lebih dari 10 menit.
3. Laserasio serebri :
Gangguan
fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga kranial.
4. Hematoma Epidural :
Perdarahan
yang menuju ke ruang antar tengkorak dan durameter akibat laserasi dari arteri
meningea media. Hematoma ini disebabkan oleh karena ruptur sebuah arteri
meningen,biasanya berkaitan dengan fraktur tengkorak.
5. Hematoma Subdural :
Kumpulan
darah antara permukaan dalam durameter dan araknoidmeter. Hematoma ini
disebabkan oleh kerusakan vena penghubung (Bridging veins) yang berjalan dari
permukaan otak sinus dura.
6. Hematoma Intracerebral :
Perdarahan
yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera langsung dan
sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
7. Hematoma Subarachnoid :
Hematoma
yang terjadi akibat trauma.
· Cedera saraf kranialis
Saraf
cranial yang rentan terhadap cedera dengan fraktur tengkoran adalah saraf
olfaktorius, optikus, okulomotorius, troklearis, cabang pertama dan kedua dari
saraf trigeminalis, fasialis, dan auditorius. Contohnya:
1. Hilangnya daya pengecap (hilangnya persepsi beraroma)
timbul akibat pergeseran otak dan robeknya filament saraf olfaktorius
2. Cedera saraf okulomotorius menyebabkan bola mata
terdorong keluar denagn hilangnya gerakan adduksi dan gerakan ventrikal dan
dilatasi pupil terfiksasi.
3. Cedera saraf kranialis kedelapan denagn fraktur os
petrosa menyebabkan hilangnya pendengaran, vertigo, dan nistagmus segera
setelah cedera.
3.
Gejala Trauma Kepala
Tanda-tanda dan gejala cedera kepala bisa
terjadi segera atau timbul secara bertahap selama beberapa jam. Jika setelah
kepalanya terbentur, seorang anak segera kembali bermain atau berlari-lari,
maka kemungkinan telah terjadi cedera ringan. Tetapi anak harus tetap diawasi
secara ketat selama 24 jam karena gejalanya mungkin saja baru timbul beberapa
jam kemudian.
Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau anak tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tanda-tanda lain dari kerusakan otak.
Jika gejala terus berlanjut sampai lebih dari 6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan pemeriksaan lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera kepala yang berat.
Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera:
Cedera kepala ringan bisa menyebabkan muntah, pucat, rewel atau anak tampak mengantuk, tanpa disertai penurunan kesadaran maupun tanda-tanda lain dari kerusakan otak.
Jika gejala terus berlanjut sampai lebih dari 6 jam atau jika gejala semakin memburuk, segera dilakukan pemeriksaan lebih jauh untuk mengetahui apakah telah terjadi cedera kepala yang berat.
Gejala berikut menunjukkan adanya cedera kepala serius yang memerlukan penanganan medis segera:
·
penurunan kesadaran
·
perdarahan
·
laju pernafasan menjadi lambat
·
linglung
·
kejang
·
patah tulang tengkorak
·
memar di wajah atau patah tulang
wajah
·
keluar cairan dari hidung, mulut
atau telinga (baik cairan jernih maupun berwarna kemerahan)
·
sakit kepala (hebat)
·
hipotensi (tekanan darah rendah)
·
tampak sangat mengantuk.
·
rewel
·
penurunan kesadaran
·
perubahan perilaku/kepribadian
4. Mekanisme Trauma Kepala
Mekanisme Cedera Pada Trauma Kepala meliputi:
· Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya
pada orang yang diam kemudian dipukul atau telempar batu.
· Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya
pada saat kepala terbentur.
· Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi
akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau
pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi
rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme kerusakan kepala
dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat benturan (Coup) dan kerusakan
pada daerah yang berlawanan dengan benturan (Contra coup).
5.
Penanggulangan trauma kepala
Trauma kepala sering
terjadi kepada anak-anak, oleh karena itu cara menanggulanginya adalah:
- menghindarkan anak
dari benda-benda yang dapat menyebabkan trauma kepala, terutam benda tumpul.
- mengawasi setiap
kegiatan anak untuk meminimalisir kejadian trauma kepala.
6.
Penatalaksanaan Trauma Kepala
Trauma kepala ringan:
·
Tidak kehilangan
kesadaran
·
Satu kali atau tidak
ada muntah
·
Stabil dan sadar
·
Dapat mengalami luka
lecet atau laserasi di kulit kepala
·
Pemeriksaan lainnya
normal
Anak-anak ini dapat dipulangkan dari
Gawat Darurat untuk kemudian dirawat oleh orang tuanya. Jika terdapat keraguan
apakah telah terjadi hilangnya kesadaran atau tidak, anggap telah terjadi dan
tatalaksana sebagai trauma kepala sedang. Pastikan orang tua mendapatkan
instruksi yang jelas mengenai tatalaksana anak mereka di rumah terutama untuk
segera kembali ke rumah sakit jika anak:
·
menjadi tidak sadar
atau sulit dibangunkan
·
menjadi bingung
·
mengalami kejang
·
timbul sakit kepala
menetap
·
berulang kali muntah
·
keluar darah atau
cairan dari hidung atau telinga
Trauma kepala sedang:
·
Kehilangan kesadaran
singkat saat kejadian
·
Saat ini sadar atau
berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
·
Dua atau lebih episode
muntah
·
Sakit kepala persisten
·
Kejang singkat
(<2menit) satu kali segera setelah trauma
·
Mungkin mengalami luka
lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
·
Pemeriksaan lainnya
normal
Jika berdasarkan anamnesis dari
keluarga atau petugas ambulans, anak tidak mengalami penurunan secara
neurologis maka anak dapat diobservasi di IGD selama 4 jam dengan observasi
tiap 30 menit (kesadaran, nadi, frekuensi napas, tekanan darah, pupil, dan
kekuatan motorik). Anak dapat dipulangkan jika terdapat perbaikan selama 4 jam
menjadi dalam keadaan sadar dan tidak terdapat muntah. Sakit kepala persisten,
hematoma yang besar, atau luka penetrasi dapat membutuhkan penyelidikan lebih
lanjut. Jika anak masih mengantuk atau muntah atau bila terdapat perburukan
selama 4 jam, diskusikan dengan ahli bedah saraf untuk rawat inap dan
penyelidikan lebih lanjut.
Trauma kepala berat:
1.
Kehilangan kesadaran
dalam waktu lama
2.
Status kesadaran
menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
3.
Terdapat kebocoran LCS
dari hidung atau telinga
4.
Tanda-tanda neurologis
lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
5.
Tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial:
2.
Herniasi unkus:
dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
2.
Herniasi sentral:
kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
3.
Trauma kepala yang
berpenetrasi
4.
Kejang (selain Kejang
singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
Tatalaksana awal trauma kepala
berat:
Mencegah kerusakan otak sekunder
dengan mempertahankan jalan napas yang paten, ventilasi dan oksigenasi adekuat,
dan menghindari hipotensi.
Imobilisasi tulang servikal harus dipertahankan bahkan apabila foto lateral tulang servikal normal.
Pastikan intervensi bedah sarah dan ICU sejak dini.
Imobilisasi tulang servikal harus dipertahankan bahkan apabila foto lateral tulang servikal normal.
Pastikan intervensi bedah sarah dan ICU sejak dini.
Dengan
konsultasi bersama ahli bedah saraf pertimbangkan untuk menurunkan tekanan
intrakranial:
·
Naikkan kepala 20-30°
(hanya setelah syok dikoreksi)
·
Ventilasi sampai pCO2
35mmHg
·
Pertimbangan pemberian
mannitol 0.5-1g/kg IV
·
Pastikan tekanan darah
adekuat
Kontrol
kejang.
Lakukan CT scan kepala segera.
Lakukan CT scan kepala segera.
Berdasarkan
National Institute for Health and Clinical Excellence, CT scan kepala dilakukan
jika terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
·
Kehilangan kesadaran
lebih dari 5 menit
·
Tidak dapat mengingat
kejadian sebelum atau sesudah trauma dan berlangsung lebih dari 5 menit
·
Mengantuk yang tidak
lazim
·
Mual tiga kali atau
lebih sejak trauma
·
Kemungkinan kerusakan
yang timbul perlahan
·
Kejang setelah trauma
(jika anak tidak menderita epilepsi)
·
GCS kurang dari 14
atau kurang dari 15 untuk bayi kurang dari 1 tahun, ketika pertama kali
diperiksa di IGD
·
Tanda-tanda yang
menunjukkan tengkorak menekan otak
·
Tanda-tanda fraktur
basis cranii (misal, mata panda’)
·
Luka lecet, bengkak,
atau robekan di kepala >5cm pada bayi di bawah 1 tahun
·
Mengalami kecelakaan
lalu lintas dengan kecepatan tinggi
·
Jatuh dari ketinggian
lebih dari 3 meter
·
Terluka oleh benda
atau sesuatu dengan kecepatan tinggi
7.
Kejadian trauma kepala pada salah satu cabang olahraga
Pukulan jap kearah
kepala dalam olahraga tinju dapat menyebabkan truma kepala
Benturan kepala antar
pemain sepak bola saat duel heading
0 komentar:
Posting Komentar